Makanan bacang salah satunya suguhan unik Tionghoa yang termasyhur di pelosok dunia. Dibikin dari nasi ketan yang di gabung daging babi, jamur, serta beberapa bahan yang lain, setelah itu dibalut dalam daun bambu serta direbus sampai masak. Suguhan ini kebanyakan disuguhkan waktu festival Dragon Boat atau Duanwu Festival, yang jatuh dalam hari ke-5 bulan ke-5 dalam kalender lunar Tionghoa.

Sebelum kita lanjut membaca artikel ini. Yuk bergabung dengan situs judi slot gacor di okeplay777 menangkan hadiah menarik dengan cara bermain saja!

Asal muasal bacang bisa ditelusuri ulang ke Dinasti Zhou (1046-256 SM), sewaktu seseorang negarawan yang memiliki nama Qu Yuan dipandang sebagai pembuat suguhan ini. Qu Yuan adalah seseorang pujangga serta politikus termasyhur di eranya yang hidup di negara Chu di zaman keempat SM. Dia begitu menyenangi negaranya serta bertarung buat menguatkannya menentang sekian banyak negara lain. Akan tetapi, dia dipenjarakan oleh raja sebab dituding melaksanakan pembelotan. Selanjutnya, negara Chu ditundukkan oleh negara Qin, serta Qu Yuan bunuh diri melonjak ke sungai Mi Lo.

Penduduk Chu begitu memuliakan Qu Yuan serta melaksanakan upacara tradisionil buat mengenangnya tiap-tiap tahun dalam hari ke-5 bulan ke-5. Dalam hari itu, mereka lemparkan beras ketan ke sungai selaku wujud penghormatan pada Qu Yuan. Akan tetapi, ketan itu kerap dikonsumsi oleh ikan, maka penduduk Chu memutus untuk masukkan beras ketan ke daun bambu buat melindunginya dari ikan.

Di zaman kedua Masehi, waktu Dinasti Han memerintah Tiongkok, upacara itu jadi bertambah tenar serta diganti jadi festival nasional yang dikatakan Duanwu Festival. Di festival ini, penduduk Tionghoa mengolah bacang serta memakannya sama keluarga serta kawan-kawan selaku wujud penghormatan pada Qu Yuan.

Sejalan dengan pengubahan era, makanan bacang jadi bertambah tenar serta menebar ke bermacam wilayah di semuanya Tiongkok dan ke pelosok dunia. Tiap-tiap wilayah punya ragam sendiri dari suguhan ini, dengan beberapa bahan yang tidak sama terkait di tradisi serta pilihan lokal. Di Tiongkok Selatan, contohnya, bacang kebanyakan dibikin dari nasi ketan hitam yang di gabung daging babi, jamur, serta udang. Di wilayah lain, sebagaimana pada Taiwan serta Hong Kong, bacang kerap diisi isi tambahan seperti telur serta kacang hijau.

Sampai waktu ini, makanan bacang masih jadi suguhan tenar waktu festival Duanwu serta dapat juga dijumpai di restaurant-restoran Tionghoa di pelosok dunia. Walau ragam pada bahan serta rasa, suguhan ini masih jadi ikon budaya Tionghoa serta penghormatan pada seseorang negarawan serta pujangga yang paling disegani dalam riwayat Tiongkok.

Disamping jadi suguhan unik festival Duanwu, bacang pun punya nilai monumental serta kultural yang cukup tinggi. Waktu bertahun-tahun, bacang jadi ikon perjuangan, kegigihan, serta pengorbanan Qu Yuan dalam membela negaranya. Suguhan ini pun jadi ikon persatuan serta kebersama-samaan, di mana beberapa orang kumpul bersama buat memuliakan peninggalan budaya mereka.

Diluar itu, pengerjaan bacang pun menyertakan keterampilan yang susah serta butuh waktu lama. Prosesnya mulai menyelup beras ketan sepanjang malam, setelah itu di gabung beberapa bahan seperti daging babi, jamur, serta bawang putih. Setelah itu, paduan bahan itu ditempatkan ke daun bambu yang udah direbus serta dibikin jadi paket yang setelah itu direbus ulang waktu beberapa waktu sampai masak. Proses ini butuh keterampilan yang tangkas serta pengalaman buat mendapat kestabilan yang cocok dalam rasa serta struktur.

Di luar Tiongkok, bacang pun jadi suguhan yang termasyhur di semuanya Asia dan di pelosok dunia. Makanan ini dikenalkan ke bermacam negara oleh banyak imigran Tionghoa serta jadi sisi penting dari peninggalan budaya mereka. Di Indonesia, bacang kerap disebut yaitu zongzi serta jadi suguhan yang tenar waktu Idul Fitri serta Imlek. Di Jepang, suguhan mirip dikatakan chimaki serta dikonsumsi waktu festival Kodomo no Hi atau Hari Anak.

Selaku suguhan yang semarak serta mempunyai makna, bacang selalu jadi suguhan yang tenar di pelosok dunia. Walau berkembang jadi bermacam ragam yang berlainan, makanan ini masih jadi ikon penghormatan pada riwayat serta budaya Tionghoa, dan suatu cermin dari kekayaan peninggalan budaya yang dipunyai oleh penduduk Tionghoa.